Jumat, 02 Oktober 2015

MPK PAK-Sillabus; PB I



MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

S I L A B U S

Matakuliah           : Pendidikan Agama Kristen (PAK)
Kode Mata Kuliah               : 001
Program                                 : S 1
Beban Kredit         : 3 SKS
Lama Tatap Muka              : 16 x = 14 x Tatap muka ; 2 x Ujian
Dosen                     : Poltak Markus Charis Sinaga, S.Ag., M.Min., M.Th.

Pengantar
Dasar Hukum Matakuliah Pengembangan Kepribadian Mahasiswa Kristen yakni melalui SK Mendiknas No 232/U/2000 dan No 045/U/2002, maka terjadilah restrukturisasi Kurikulum Perguruan Tinggi dimana Pendidikan Agama menjadi salah satu matakuliah dalam kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian, dan merupakan salah satu mata kuliah dalam kategori Kurikulum Inti. Melalui SK Dirjen Dikti Depdiknas No. 38/Dikti/2002 mengatur "Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi" dimana matakuliah Pendidikan Agama terdapat didalam SK tersebut secara eksplisit telah merumuskan Visi, Misi dan Kompetensi kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK).

Tujuan PAK di Perguruan Tinggi
Diharapkan melalui Matakuliah ini, mahasiswa dapat mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan. Melalui pengalaman perjumpaan pribadi ini kiranya mampu mengubah dan mentranformasi nilai-nilai kristiani dalam kehidupan sehari-hari. Indikator bahwa tujuan itu tercapai apabila setiap mahasiswa mampu menjadi pewarta dan pembawa damai sejahtera dimanapun mereka berada.

Visi dan Misi PAK di Perguruan Tinggi
Visi PAK di Perguruan Tinggi adalah menjadikan Agama sebagai sumber nilai dan pedoman dalam menjunjung Tinggi harkat dan martabat manusia.
Misi PAK di Perguruan Tinggi adalah mewujudkan nilai-nilai kristiani dalam arti memperjuangkan kasih, keadilan dan kebenaran dalam keluarga, masyarakat dan seluruh aspek kehidupan.

Substansi Kajian MPK PAK
Kajian Materi PAK di PT disajikan dalam 9 Substansi besar yaitu:

1. Tuhan
Membahas konsepsi Tuhan dari sudut pandang Iman Kristen.
Diharapkan dari kajian dan analisa ini, mahasiswa memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai Tuhan, hakikat gereja, dan menghayati hakikat kekristenan yang baik serta ajaran pokok yang menjadi landasan iman dan percayanya.

2. Manusia
Membahas konsepsi manusia dari sudut pandang iman kristen.
Diharapkan dari kajian dan analisa ini mahasiswa kristen dapat memahami bahwa manusia itu adalah mahkota ciptaaan Tuhan yang mulia, dengan demikian mereka menghargai harkat dan martabat manusia yang begitu tinggi.

3. Moral
Membahas konsepsi moral kristen sebagaimana ajaran kristiani. Dasar moral kristen adalah Firman Tuhan, sehingga diharapkan dari kajian dan analisa ini para mahasiswa mampu memfilter berbagai tawaran nilai-nilai kehidupan yang tidak selaras dan sesuai dengan moral Firman Allah. Moral Kristen menjadi tolok ukur terhadap nilai-nilai lainnya.

4. IPTEK dan SENI
Membahas hubungan iman kristen dengan IPTEK dan Seni. Juga akan turut dibahas tentang evolusi dari sudut pandang iman kristen berdasarkan Firman Tuhan. Aspek ini dirasa sangat penting karena begitu banyak pandangan baik positif maupun yang negatif. Diharapkan mahasiswa mampu memahami hubungan ilmu pengetahuan dengan iman agar mampu memberi solusi bagi umat tentang hal-hal positif dan hal-hal negatif dari IPTEK dan seni.

5. Kerukunan
Membahas konsepsi pluralitas dari sudut pandang iman kristen. Diharapkan mahasiswa mampu membangun dan mengamalkan sikap toleransi dan sikap kerja sama dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Melalui matakuliah ini, setiap mahasiswa Kristen memiliki sikap dan tanggung jawab untuk mewujudkan relasi persaudaraan yang kokoh dan otentik sebagai anak bangsa dengan menjaga perdamain melalui dialog dan kerjasama antar umat beragama.

6. Masyarakat
Membahas tentang tanggungjawab orang krsiten dalam pemberdayaan masyarakat. Melalui matakuliah ini, mahasiswa Kristen diharapkan mampu terlibat dalam masalah-masalah sosial dengan memberi alternatif-alternatif solusi yang relevan dan konstruktif. Keadilan sosial menjadi inspirasi dan sekaligus indikator bahwa tujuan pembelajaran ini tercapai sebagaimana diamanatkan UUD '45.

7. Budaya
Membahas budaya kerja keras dari sudut pandang iman kristen. Kinerja kerja keras adalah amanat Firman Tuhan. Karena itu tujuan matakuliah ini, mengajar para mahasiswa agar memiliki mental dan watak yang kuat seperti baja dengan sikap kerja keras dan ulet mengerjakan setiap tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan. Sebaliknya diajarkan supaya mereka menjauhkan diri dari sikap dan mental cepat putus asa dan nerimo termasuk membenarkan takdir-takdir lain. Indikator tercapinya tujuan pembelajaran adalah hidup dengan sikap kerja keras.

8. Politik
Membahas makna dan arti kehidupan politik di Indonesia. Kepada mahasiswa diberikan pemahaman agar mengerti dan tahu tanggung jawab politiknya ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Diharapkan setiap mahasiswa mengerti tentang hak-haknya secara baik, benar dan bertanggung jawab. Indikator tercapainya tujuan pembelajaran jika para mahasiswa mampu menjalankan sikap dan mampu menempatkan diri dalam sosial- kemasyarakatan.

9. Hukum
Membahas tentang hukum dan keadilan baik dari sudut pandang iman Kristen maupun dari sudut pandang negara. Diharapkan setiap mahasiswa mengerti tugas dan tanggung jawabnya sebagai alat kontrol terhadap kebenaran dan keadilan dalam rangka menegakkan keadilan hukum dan keadilan sosial serta Hak Asasi Manusia (HAM) di tengah kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Mahasiswa harus tahu hukum positif dan hukum negatif.

Sistim Evaluasi dan Penilaian
1. Kehadiran kelas : 10 %
2. Membuat makalah 5 - 7 halaman dengan memilih satu dari 9 sub kajian : 10 %
3. Meringkas satu buku wajib yang ditentukan kemudian : 10 %
4. Ulangan harian dan ujian tengah semester : 25 %
5. Ujian akhir semester : 45 %

Daftar Pustaka /Sumber referensi/Sumber Belajar :

Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia.
Berkhof, Hendrikus. Christian Faith: An Introduction to the Study of the Faith
(Michigan: Wm.B. Eerdmans Publ. Co. 1973)
Borrong, Robert P. Etika Bumi Baru (Jakarta: BPK GM, 1999)
Brownlee, Malcom. Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan (Jakarta: BPK GM, 1987).
Darmaputera Eka & T.B. Simatupang. Peranan Agama - agama dan kepercayaan
Tuhan yang Maha Esa dalam Negara Pancasila yang membangun. (Jakarta: BPK GM, 1987).
Darmaputera, Eka. Pancasila Identitas Modernitas (Jakarta: BPK GM, 1987).
Departemen Agama. Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama. (Jakarta: PKHB,
1982).
Ismael, Andar. Selamat Berkembang (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003).
Kohlberg, Lawrence. Tahap-tahap Perkembangan Moral (Yogyakarta: Kanisius,
1995).
Mardiatmaja B.S.  Iptek dari sudut Iman. (Jakarta: BPK GM, 1994)
Shelton, Charles M. Moralitas Kaum Muda-Bagaimana Menanamkan Tanggung
Jawab Kristiani (Yogyakarta: Kanisius, 1988)
Supardan, (penyunting). Ilmu, Teknologi dan Etika (Jakarta: BPK GM,1991).
Verkuyl, J. Etika Kristen-Bagian Umum (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1976).

Penutup

Indikator bahwa tujuan Mata kuliah tercapai ketika dosen dan mahasiswa secara bersama-sama mewujudkan iman yang kokoh, karakter yang mulia, dan merefleksikan nilai-nilai Kristen dalam kehidupan sehari-hari dalam sikap, perkataan dan tindakan yang terpuji, identitas yang jelas dan tegas sebagai anak Tuhan yang bertanggung jawab dalam hidup sehari-hari.

Sebagai mahasiswa yang sungguh-sungguh menjunjung tinggi nama baik Fakultas dan Universitas yang akan mendidik dan menghantar mereka untuk mendapatkan keahlian sesuai dengan bidangnya, mahasiswa diharapkan mampu  merelevansikan ilmunya dalam karya nyata masa kini dan masa yang akan datang serta menjaga dan membawa nama harum Perguruan Tinggi/ Universitas.









I. TUHAN

 1.1 Pendahuluan

Umumnya manusia meyakini bahwa di luar dirinya ada “kuasa” atau “kekuatan” yang melebihi dirinya sendiri. “Kuasa” tersebut diyakini sebagai sumber kehidupan, kekuatan atau kuasa yang mampu melindungi dirinya dari segala kekuatan yang merugikannya. Manusia memberi nama kepada “kuasa” atau “kekuatan” tersebut sesuai dengan bahasa atau adat dan budaya di mana dia hidup, dan menempatkan “kuasa” itu di tempat yang paling agung dan luhur dalam kehidupannya; mempercayainya serta mempercayakan dirinya pada “kuasa” tersebut melalui penyembahan dan penyerahan diri sepenuhnya kepada “kuasa tersebut”.  “Kuasa” tersebut pada akhirnya diyakini sebagai “awal dari segala sesatu”.
Pada mulanya, penyembahan dan penyerahan diri itu bersifat pribadi dan lama-kelamaan, seturut dengan berkembangnya sosial-budaya, penyembahan itu akhirnya bukan lagi hanya bersifat pribadi, tetapi sudah bersifat kolektif dan akhirnya melembaga.
Yang disembah di beri “nama” yang sangat diagungkan dan yang menyembah “nama” tersebut disebut dengan “penyembah” dan proses penyembahan kepada “kuasa” disebut dengan pemujaan (cult) maupun ritual (rite).
Pengabdian terhadap pemujaan dan ritual diyakini akan mendatangkan murka atau kutuk dari sang “kuasa” yang menjadi sesembahan pribadi atau kelompok tersebut. Sebaliknya, dengan memelihara ritual dan pemujaan diyakini akan mendatangkan berkat berupa kelimpahan dan kesuburan. Demikianlah proses munculnya kepercayaan atau agama.

Bagaimanakah halnya dengan manusia yang menyangkal atau tidak percaya akan adanya “kuasa” di luar dirinya? Benarkah mereka tidak percaya akan adanya “kuasa” di luar dirinya? Mereka yang menyangkal sesungguhnya tidak konsisten akan apa yang mereka yakini, sebab pada akhirnya mereka tidak dapat menyangkal dan berdalih bahwa ada “kuasa” di luar dirinya yang tidak dapat dikendalikan dan diaturnya, sebaliknya dia dikendalikan dan diatur oleh “kuasa” yang ada di luar dirinya. Misalnya salah satu “kuasa” yang ada di luar diri manusia dan manusia wajib tunduk pada “kuasa” tersebut, dan “kuasa” yang dimaksud, oleh para ahli Ilmu Alam disebut dengan “Hukum Alam”. Adakah manusia yang dapat mengatur atau melawan Hukum Alam?
Melawan Hukum Alam berarti mati, dan mengikuti atau tunduk pada “Hukum Alam” akan menjamin kelangsungan kehidupan manusia, walaupun pada akhirnya manusia itu harus mati karena “Hukum Alam.” Sampai saat ini, kaum ilmuan penyangkal “kuasa” di luar dirinya masih terus berusaha dan bekerja untuk membuktikan bahwa tidak ada “kuasa” di luar diri manusia. Salah satu usaha mereka adalah duplikasi makhluk hidup (cloning) yang sudah berhasil tetapi tidak memperoleh sukses, sebab domba hasil kloning yang diberi nama dolly hanya berumur pendek.

 1.2  Nama-nama Sesembahan

Kesadaran manusia akan “kuasa” yang ada di luar dirinya membawa manusia untuk berusaha mencari dan mengenal “kuasa” tersebut. Manusia terus berusaha dari hari ke hari untuk mengenal lebih jauh “kuasa” tersebut. Seiring dengan usaha pencarian dan pengenala “kuasa” tersebut, manusia akhirnya memberi nama pada “kuasa” tersebut menurut bahasa yang dia mengerti dan pahami. Secara harafiah nama-nama itu berarti sesembahan, Dewa, atau  Tuhan.
Berikut ini adalah nama-nama sesembahan yang diberikan oleh manusia menurut bahasa mereka masing-masing.

Suku Batak            : Mula Jadi Na Bolon; Debata (dari kata Dewata:  pengaruh  
Hindu)
Sansekerta            : Sang Hyang Widi, Dewa/ Deva, Dewi/Devi
Melayu Tua           : Tuhan dari kata Tuan
Timur Tengah        : El, Elohim, Eloah / Il, Illah, Allah    
                Yunani                   : Theos, Kurios
Latin                       : Deo
Eropa                     : God, Got, Lord
dsb.

Semua nama-nama yang ada merupakan cara.  dan usaha manusia untuk mengenal yang “kuasa” dan bagaimana manusia menghadirkan yang “kuasa” dalam kehidupan mereka melalui bahasa ibunya. Jika ada yang mengklaim bahwa nama sesembahannya itu berasal dari sang yang “kuasa” itu bisa benar hanya dalam arti bahwa bahasa itu adalah pemberian-Nya atau berasal dari sang yang Kuasa. Namun jika dirunut ke sejarah agama, jauh sebelum ada agama tersebut, nama sang yang “kuasa” itu telah disebut oleh orang-orang yang hidup jauh sebelum mereka. Jauh sebelum Abraham lahir orang-orang Timur tengah sudah memanggil yang kuasa dengan el atai il (dalam bentuk tunggal. Bentuk Jamak elohim, illah). Jauh sebelum Muhammad menyebarkan ajaranya, yaitu Islam (abad ke-7 setelah Masehi)  suku-suku di Arab sudah mengenal dan menyebut yang kuasa dengan “allah”.  

Usaha manusia untuk mencari dan mengenal yang “kuasa” pada akhirnya membawa manusia pada pengenalan yang samar-samar. Harus ada jalan yang lain supaya manusia dapat bertemu dengan yang “kuasa” bukan hanya dalam dalam wujud fenomena tetapi juga wujud yang sesungguhnya.

 1.3 Wujud dan Bentuk Sesembahan

Supaya manusia lebih mengenal dan mendekatkan diri kepada yang “kuasa” maka manusia membuat wujud atau bentuk sesembahan. Ada yang wujud manusia, hewan, tumbuhan, benda-benda di langit maupun di bumi. Semua wujud itu dibentuk oleh manusia dalam bentuk patung. Misalnya: baal (dewa lembu/ Sapi), dagon (dewa ikan), allah (al-Lah, dewa bulan; dengan putra-puterinya: al-lat, al-manat, al-uzzah), ular atau naga, thor (dewa petir), zeus, brahma, wisnu, siwa, dsb. Sebagian dari patung-patung itu dapat kita temukan dalam Alkitab, misalnya baal (dewa kesuburan) dan dagon (dewa kemakmuran).  

1.4. Sesembahan dalam Alkitab

Jika kita membaca Alkitab maka kita akan menemukan empat nama sesembahan, yaitu:: Tuhan, TUHAN, Allah, allah. Keempat nama itu adalah nama yang diberikan manusia yang berasal dari bahasa Melayu dan bahasa Arab. Jika kita membaca Bibel (Bahasa Batak) maka kita menemukan nama sesembahan: Debata, debata, Jahowa, Tuhan. Sedang dalam terjemahan Inggris kita menemukan: God, Lord, LORD. Yang manakah sesungguhnya nama sesembahan yang benar dalam Alkitab?
Di Alkitab kita menemukan nama sesembahan yang diberikan oleh manusia sebagai jalan untuk mengenal sesembahan tersebut. Karena nama itu diberikan oleh manusia, maka nama itu berlaku umum dan dipakai oleh semua manusia yang hidup di sekitar dunia Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB).

Dalam PL nama yang diberikan manusia kepada yang “Kuasa” adalah El (Tunggal) Elohim (Jamak). Adanya bentuk tunggal dan jamak menunjukkan bahwa mereka mengenal El bukan hanya dalam satu manifestasi atau kuasa tetapi banyak. Dengan banyaknya manifestasi atau kuasa tersebut maka nama El selalu diikuti sifat atau kekuasaanya, misalnya: El-Shaday (El Mahakuasa), El-Roi (El-Mahamelihat), El-Sheinora (El-Mahadasyat), El-Yada (El-Mahatahu), dsb. Karena nama ini adalah pemberian atau penamaan oleh manusia maka bukan hanya Abraham, Ishak, Yakub, dan orang Israel yang memakai nama itu. Semua bangsa yang berada di sekitar mereka (Timur Tengah), yang memiliki rumpun bahasa yang sama (semitik) memakai nama yang sama kepada yang “kuasa.” Misalnya suku-suku di Selatan (Arab) memakai nama Il (tunggal) dan Illah (Jamak). Dalam bahasa Indonesia kata El diterjemahkan menjadi Tu(h)an, sedang dalam bahasa Batak menjadi Debata.
Dalam PB kita menemukan nama yang “kuasa” yang diberikan manusia dengan nama Theos (=God, Allah), Kurios (=Lord, Tuhan).
Karena nama sesembahan itu bersifat umum maka tak seorang pun dapat mengklaim bahwa nama itu hanya miliknya atau milik kelompok agamanya saja.  

Sebagaimana telah disinggung di atas, usaha manusia untuk mengenal yang “kuasa” secara benar dan sempurna tidak akan memperoleh hasil yang memuaskan. Apapun usaha manusia untuk bertemu dan mengenal yang “kuasa”, entah itu dengan bertapa, semedi, berkelana, dsb., semuanya itu tidak akan membawanya kepada pengenalan sang “kuasa” secara  sempurna. Manusia hanya bisa mengenal yang “kuasa” secara sempurna jika sang “kuasa” tersebut menemui dan memperkenalkan dirinya kepada manusia.

Alkitab memberitakan kepada kita bagaimana sang “Kuasa” itu datang menemui manusia dan memperkenalkan dirinya serta memberitahukan nama-Nya.  Dalam Kel. 3:14-15 sang “Kuasa” memperkenalkan diri dengan: “Ehye asyer Ehye” (I am who I am; Aku ada yang Aku ada) dan  namanya adalah JHWH (dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan TUHAN). Sampai saat ini tak seorang pun tahu apa arti nama ini selain dari Ehye asyer Ehye. Nama ini hanya ditulis hanya dalam huruf mati saja. Umat Israel dilarang menyebut nama ini karena nama ini terlalu agung untuk diucapkan manusia yang berdosa (sesuai perintah ke-3). Jika mereka bertemu dengan huruf YHWH atau untuk mengucapkannya mereka menyebut dan memanggilnya dengan kata: AdonaY (huruf Y merupakan singkatan dari YHWH sedang Adona berarti aku, sehingga jika diterjemahkan menjadi YHWH-ku). Pada masa yang lebih maju akhirnya para rabbi Yahudi menambahkan huruf hidup untuk mencoba membacanya sehingga pelafalannya beraneka ragam, yaitu: JaHWeH, JeHoWaH, JaHoWaH. Jadi jelaslah bagi kita siapakah “Sang Kuasa” yang sesungguhnya. Nama boleh banyak, tetapi hanya ada satu nama yang benar yaitu nama yang ddiperkenalkan-Nya bagi kita. Tidak semua orang berhak menyebut nama itu selain mereka yang diperkenankan-Nya. Nama itu begitu agung dan mulia dan berada di luar pengetahuan manusia, itu sebabnya manusia tidak tahu apa arti nama itu. Karena Dia berada di luar pengetahuan manusia maka manusia pun tidak punya kuasa untuk membuat atau membentuk wujud dan rupanya, bahkan dengan keras Dia melarang umat-Nya untuk menduakan-Nya (Hukum 1-3: Akulah JHWH, Tuhanmu, tidak boleh ada tuhan lain, kecuali Aku. Jangan perbuat bagimu patung yang menyerupai apapun, yang ada di langit, atau dibumi, dan di dalam air di bawah bumi, untuk disembah atau dituruti. Jangan menyebut nama YHWH, Tuhanmu dengan sembarangan sebab Tuhan akan menghukum orang yang menyia-nyiakan nama-Nya. Lihat Keluaran 20).

Dalam PB Tuhan yang memperkenalkan diri itu semakin kita kenal secara sempurna sebab Dia datang dan tinggal bersama dengan manusia dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Nama Yesus bukanlah dibuat oleh manusia atau  oleh Yosef dan Maria. Tuhanlah yang menentukan dan memperkanalkan Nama itu kepada Maria dan Yusuf, tunangan Maria (Lukas 1: 31). Hanya dalam Yesus Kristus manusia dapat mengenal Tuhan secara sempurna dan benar, baik kekuasaa-Nya maupun kasih-Nya.
Jika kita membaca teks-teks Alkitab dan Bibel, maupun terjemahan dalam bahasa lainnya dan bertemu dengan nama-nama atau: TUHAN, Allah, God, dsb. maka hati kita tidak boleh lupa dan lepas bahwa nama yang dimaksud adalah JHWH dan Yesus.
 
1.5 Trinitatis

1.5.1 Latar Belakang

Istilah dan ajaran Trinitatis (ketritunggalan) Allah mulai muncul pada abad II setelah Masehi. Istilah ini muncul sebagai jawaban atas perseteruan ajaran-ajaran yang muncul dari kalangan kaum uskup yang mempersoalkan perihal hubungan antara Yesus Kristus dengan Allah atau disebut dengan masalah Trinitas (Apakah Yesus itu Allah atau bukan), dan masalah sifat ilahi dan manusia dalam diri Yesus Kristus atau disebut dengan masalah Kristologi. Para Uskup memperdebatkan apakah Yesus Kristus itu Tuhan atau manusia. Pertanyaan-pertanyaan ini muncul mengingat Yesus Kristus dan para saksi Kristus (yang hidup pada masa Yesus) sudah tidak ada lagi (jarak waktu dari Yesus sampai munculnya perdebatan). Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka para uskup memberi jawaban, tetapi sayang jawaban-jawaban mereka akhirnya membuat warga jemaat bingung, ragu, sebab tiap uskup memberi jawaban masing-masing yang tidak sama dengan yang lainnya. Bahkan cenderung saling menyudutkan dan menyerang jawaban yang lainnya.

Dalam Hal Trinitas Uskup Irenaeus (140-195 M) berpendapat bahwa Kristus adalah benar-benar Allah. Sedang Uskup Origenes (185-254 M) berpendapat bahwa Kristus lebih rendah dari Allah. Pengikut kedua uskup ini bertikai yang dimulai tahun 315 dengan pokok permasalahan hubungan antara Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus. Uskup Athanasius mempertahankan dan membela ajaran Uskup Irenaus dan Uskup Arius mempertahankan ajaran Origenes.
Pada tahun 450 pertikaian terus berlanjut perihal Kristologi antara Uskup Nestorius (Pengikut Origenes) dengan Uskup Cyrillus (Pengikut Irenaeus). Nestorius mengatakan bahwa hubungan keilahian dan kemanusiaan Yesus tidak begitu erat atau terpisah seperti air dengan minyak (dikenal dengan ajaran duofisit; duo=dua; fisit=sifat atau tabiat)    ; sedang Cyrillus berpendapat bahwa keilahian dan kemanusiaan Yesus bercampur dan tidak dapat dipisahkan seperti air dengan susu (dikenal dengan ajaran monofisit=satu tabiat).

Kedua golongan ini bertikai terus namun lebih banyak uskup yang tidak memihak keduanya tetapi memelihara kemurnian iman sebagaimana diberitakan dalam Alkitab. Namun demikian akibat dari ajaran dari golongan Origenes dan Irenaeus umat Kristen dan gereja menjadi terganggu dan bimbang yang akhirnya berdampak pada keamanan kekaisaran Romawi. Untuk menjaga supaya kekaisaran Romawi aman dan damai maka Kekaisaran mengundang semua uskup dalam Konsili (Sinode atau Musyawarah Besar). Konsili pertama di Nicea (325 M) yang memutuskan Pengakuan Iman Niceanum (Pengakuan Iman Rasuli) dan Konsili II di Chalcedon (451 M) yang menolak ajaran Nestoris dan ajaran Cyrillus. Konsili dan Kaisar meminta kedua golongan ini menarik ajarannya, tetapi mereka tidak mau dan keluar dari wilayah kekasiaran Romawi. Nestoris pergi ke Persia dan Arab dan membentuk gereja Nestorian, yang dikemudian hari Muhammad mendengar dan menerima ajaran Nestorius dari Waraqah bin Naufal (pendeta Nestorian di Arab) yang adalah paman dari Siti Khadijah (isteri pertama Muhammad). Gereja ini masih bertahan sampai saat ini di Irak Utara. Sedang Cyrillus dan pengikutnya pergi ke Mesir dan Syria dan mendirikan gereja penganut monofisit yaitu gereja Koptik di Mesir dan gereja Yakobit di Siria. Kedua gereja ini juga masih bertahan sampai saat ini.   

1.5.2 Pengakuan Iman Rasuli

Jika kita mencermati kata demi kata dari Pengakuan Iman Rasuli dan menghubungkannya dengan Alkitab akan terlihat dengan jelas bahwa semua rumusan dalam Pengakuan Iman tersebut diangkat dari Alkitab dan tidak bertentangan dengan Alkitab.

Aku percaya kepada Allah, Bapa Yang Mahakuasa, Khalik (Pencipta) langit dan Bumi.

Aku percaya kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita. Yang dikandung dari Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria, yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, yang turun ke dalam kerajaan maut. Pada hari yang ketiga, bangkit pula dari antara orang mati. Naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa Yang Mahakuasa. Dari sana akan datang kelak,  untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

Aku percaya kepada Roh Kudus, dan adanya satu gereja yang Kudus; Persekutuan orang Kudus; Pengampunan dosa; kebangkitan daging; dan hidup yang kekal.

Pengakuan Iman tersebut jelas tidak memihak baik kepada Origenes maupun Irenaeus serta para pengikutnya. Dan dari pengakuan iman tersebut nyatalah bahwa Allah, Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Baik PL maupun PB memberitakan Allah, Roh Kudus dan Yesus Kristus sebagai oknum yang tidak dapat dipisahkan, dibedakan satu dengan yang lainya.

Sebagaimana di singgung pada bagian pendahuluan, di mana manusia berusaha memahami apa dan bagiamana keberadaan Yang Mahakuasa (JHWH). Apa yang dilakukan para Uskup (Origenes dan Irenaeus dan para pengikutnya), dan mungkin juga oleh orang-orang Kristen masa kini adalah merupakan bagian dari usaha untuk mengenal dan memahami Allah, dan tentu pemahaman manusia bisa saja salah karena mereka berusaha memahami dan mengenal Tuhan Allah secara akali. Untuk memahami ketritunggalan Allah tidaklah mudah. Itu tidak dapat dipahami hanya dengan mengunakan logika dan akal sebab Allah bukanlah masalah logika, meskipun logika juga dapat dipakai untuk menjelaskan keberadaan Allah, namun itu tidak bersifat mutlak. Ketritunggalan Allah hanya dapat dimengerti melalui iman.

Bagaimanapun dan apapun usaha manusia untuk mengenal Allah, manusia akan memperoleh jalan buntu. Keterbatasan manusia untuk memahami Allah terjadi karena Allah itu berada di luar akal (otak) manusia bukan di dalam akal manusia. Jika manusia yang menciptakan Allah maka pastilah manusia dapat memahami dan mengenal Allah secara mendalam dan sempurna. Kenyataannya Allahlah yang menciptakan manusia dan Allah mengenal manusia itu secara mendalam. Allah mengetahui apa dan di mana letak ketidaksempurnaan manusia, sedang manusia tidak akan pernah tahu di mana letak kelemahan dan kekurangan Allah.

Manusia tidak akan dapat mengenal Allah secara benar dan sempurna jika Allah tidak datang dan memperkenalkan dirinya sendiri. Pengenalan manusia tentang Allah semakin sempurna tak kala Dia datang dalam diri Yesus Kristus. Yesus Kristus datang dari Surga, dan tak seorang pun yang tahu tentang surga dan Allah kecuali Dia yang datang dan turun dari Surga dan Dialah Yesus Kristus. Dia telah datang dari Surga dan telah kembali ke Surga. Ini penting untuk disimak. Baik Kristen maupun Islam mempercayai bahwa Yesus Kristus (Isa Al-Masih) sudah berada di surga, sedang semua manusia yang telah meninggal masih tinggal di dalam kubur dan menunggu hari saat dimana mereka dibangkitkan kembali.

1.5.3 Menjelaskan Ketritunggalan Allah

Ada banyak permintaan dan pertanyaan kepada umat Kristen untuk menjelaskan perihal  ketritunggalan Allah, khususnya dari mereka yang non-Kristen. Memang kita bisa menjelaskan dengan memakai analogi-analogi yang ada di sekitar kita. Harus diingat bahwa manusia memiliki keterbatasan bahasa untuk menjelaskan ajaran ketritunggalan Allah, sebab Allah itu adalah misteri yang tak pernah lengkap dimengerti oleh manusia. Kita berbicara dan mengimani ketritunggalan karena Allah sendiri telah berbicara mengenai hal ini dalam Alkitab. Pemakaian angka tiga (tri) dalam keberadaan Allah juga tidak boleh dipahami dalam bentuk urutan, terbanyak (terbesar) dan terkecil, atau dua atau tiga oknum tidak lebih besar daripada salah satu oknum. Umat Kristen menyebut Allah dengan: Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus dan ketiganya tidak dapat dibedakan. Bapa tidak dibedakan dengan Anak dan Roh Kudus karena Dia adalah Allah. Allah adalah esa tetapi juga tritunggal. Dengan demikian ketika membaca dan menyebut nama “Allah” atau bahasa manusia lainnya untuk menyebut TUHAN (YHWH) maka hati dan iman harus tertuju kepada Bapa, Anak dan Roh Kudus. Jika hati hanya tertuju kepada satu, yaitu Bapa maka itu sudah   merendahkan Anak dan Roh Kudus.

Mungkin Banyak analogi yang dapat dipakai untuk menjelaskan ketritunggalan Allah, misalnya: keberadaan bangun “segi tiga sama sisi” memiliki tiga sisi, tiga sudut tetapi tidak dapat dibedakan dan ketiganya adalah satu. Ada juga “analogi sosial” dmana Yesus Kristus mengatakan bahwa dalam perkawinan “mereka bukan lagi dua, melaiankan satu” (Mat. 19:15).
Mungkin ada yang menyudutkan mengapa Allah punya Anak tetapi tidak punya Ibu? Pohon pisang tidak memiliki ayah (jantan) tetapi pohon pisang beranak. Tentu pertanyaan itu juga sudah jatuh kepada pemahaman dan menyempitkan keberadaan Allah. Adakah manusia atau agama yang benar-benar tahu apakah jenis kelamin Allah? Apakah Dia Maskulin atau Feminin kita tidak tahu sebab kita memiliki keterbatasan untuk mengetahui hal itu.
Jadi apapun analogi yang dipakai untuk menjelaskan itu pun sangat terbatas. Ketritunggalan Allah hanya bisa dipahami melalui iman dengan masuk kepada persekutuan “gereja yang kudus”. Allah adalah persekutuan Bapa, Anak dan Roh Kudus dan manusia hanya bisa mengerti dan paham akan Persekutuan Allah tersebut jika masuk dalam persekutuan itu, yaitu melalui Persekutuan Orang-Orang Percaya (Gereja). Tanpa masuk dalam persekutuan maka adalah hal yang sia-sia untuk menjelaskan ketritunggalan Allah.

 Tugas:
1.     Bacalah ayat-ayat berikut:
PL: Kej. 1: 2; 1:26; 3:22; 11:7; Yes 6:8 (Yoh 12:41); Neh 9: 20; Mzm 139:7; Yes 63:10-14; Mzm 2; Yes 9:5-6.
PB: Mat 3:13-17; 28:19; Yoh 14:15-23; Kis 2:23; 2 Kor 13:14; Ef 1:1-14; 3:16-19
* Bapa: Mat 6:8-9; 7:21; Gal 1:1
* Anak: Yoh 1: 1-18; Rm 9:5; Kol 2:9; Tit 2:13; Ibr 1: 8-10
* Roh Kudus: Mrk 3:29; Yoh 15:26; 1 Kor 6:19-20; 2 Kor 3: 17-20

2.     Setelah saudara membacanya buatlah laporan lengkap tentang pemahamanmu akan keberadaan Allah dalam Alkitab (minimal 3 halaman A.4)

Catatan: tugas diserahkan (diposting) paling lambat tanggal 24 Sep 2015 pukul 12.00 WIB ke alamat blog ini.

1 Komentar:

Pada 29 Januari 2022 pukul 13.31 , Anonymous Anonim mengatakan...

Merkur 34C HD Review - Xn
In my opinion the Merkur 34C HD does not stand 메리트 카지노 쿠폰 a chance in a range 바카라 of things. One of my favorite choices for serious wet wet choegocasino wet wet shaving is the Merkur 34C HD.

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda